Minggu, 31 Agustus 2008

Amulet of Samarkand

Bartimaeus Trilogy; The Amulet of Samarkand

Sampul
Resensi pertama tentang sampul. Maaf sampul tidak bisa ditampilkan disini, karena aku lupa belum meng-upload ke photobicket, tapi desain sampul bisa dibilang cukup keren. Sampul dari novel inilah yang membuat aku tertarik pengen tau lebih banyak soal bukunya sampai akhirnya memutuskan untuk membelinya. Sampul buku ini menggambarkan wajah seorang, atau seekor, jin yang sepertinya adalah Bartimaeus itu sendiri. Di sampulnya digambarkan dia sedang tersenyum licik seolah sedang memikirkan suatu rencana licik yang tidak ada orang yang tahu. Bartimaeus di sampulnya juga tampak memegang sebuah benda seperti kalung dengan rantai emas yang tidak lain adalah Amulet Samarkand yang menjadi fokus cerita disini. Gambar sampul Bartimaeus ini entah diberi efek apa, tapi terasa licin kalau disentuh. Tidak seperti sampul buku lain yang hanya terasa seperti "sampul", meemberikan sampul buku ini kesan rasa istimewa atau eksklusif (at least for me).

Selesai dengan sampul depan, beralih membahas sampul belakang. Di bagian sampul belakang yang biasanya merupakan tempat pengarang memberikan sinopsis singkat cerita hanya diisi satu paragraf panjang dan satu paragraf pendek tentang isi cerita, dua buah kalimat pujian/ endorser, dan gambar patung Gargoyle yang sedang tertidur dibagian atas. Waktu melihat bagian sampul belakang untuk pertama kali, aku merasa sedikit aneh, heran, dan bingung. Sinopsisnya sepertinya terlalu pendek untuk memberi gambaran menyeluruh tentang isi novelnya. Sempat terlintas dalam pikiran "Masa sih ni novel trylogi bagian pertamanya cuma begini doang." Tapi berhubung sudah penasaran, jadi kebeli juga deh buku satu ini. Dengan rasa tidak sabar membuktikan kalimat endorser-nya.


Main story
Oke, aku coba buat ga spoiler disini. Isi buku Bartimaeus ini dibagi menjadi tiga bagian, dengan setiap bagian memiliki fokus masalah yang berbeda-beda. Bagian pertama, yang bisa dibilang bagian perkenalan, menurutku adalah bagian yang paling unik. Karena alur penulisan bagian ini menggunakan teknik maju-mundur. Pada beberapa bab awal bagian ini menceritakan tentang pemanggilan Bartimaeus ke dunia manusia dan bertemu pertama kali dengan Summoner-nya, Nathaniel. Bab ini, dan bab-bab berikutnya yang menggunakan sudut pandang Bartimaeus, penulis menggunakan sudut pandang orang pertama, yang membuat kita sebagai pembaca memahami jalan pikiran seorang jin seperti Bartimaeus kepada manusia. Sedangkan pada bab-bab yang membahas tentang Nathaniel, penulis menggunakan sudut pandang orang ketiga. Cara penulisan sudut pandang yang berbeda-beda ini akhirnya membuat kita sebagai pembaca tidak merasa kebingungan ketika penulis mengganti sudut pandang pada bab berikutnya. (that, and the fact that he wrote the character's name every time he change POV).

Pada bagian pertama sudut pandang Bartimaeus menceritakan tentang bagaimana ia mencoba mencuri Amulet Samarkand dari tangan Simon Lovelace kepada Nathaniel. Sementara sudut pandang Nathaniel menceritakan tentang bagaimana ia menerima pelajaran tentang sihir dan penyihir dari awal dari beberapa orang guru, dan Master-nya sendiri, Underwood. Sepeti yang sudah aku sebutkan tadi, kita tidak akan kebingungan sama sekali ketika penulis mengganti sudut pandang, sehingga masih bisa mengikuti alur cerita flashback dari semua pelajaran Nathaniel sampai bagian pertama selesai. Termasuk alasannya ingin mencuri Amulet Samarkand.

Mulai dari bagian kedua sampai akhir buku, alur cerita maju-mundur sudah ditinggalkan oleh pengarang. Kini Nathaniel dan Bartimaeus menjalani kisahnya pada waktu yang sama. Inti cerita bagian kedua adalah bagaimana Nathaniel berusaha keras menyembunyikan Amulet Samarkand dari mata Lovelace yang menginginkannya kembali dan juga merahasiakan pencurian yang dilakukannya dari sepengetahuan Master-nya. Keadaan Bartimaeus juga tidak bisa dibilang membaik karena Nathaniel tidak juga mengirimkannya kembali ke Dunia Lain, yang berarti dia juga harus ikut bersembunyi dari semua mata yang mencari Amulet. Bagian kedua diakhiri dengan situasi pertarungan menegangkan antara Bartimaeus dengan "kawan lama"-nya dan adanya pengkhianatan yang tidak diduga Nathaniel.

Bagian ketiga. Hmm... bingung rasanya bagaimana menceritakan bagian ini tanpa spoiler. Yang jelas, setelah akhir bagian kedua, awal bagian ketiga ini terasa ada antiklimaks, atau penurunan ketegangan. Alur bagian ketiga ini dibuat sedikit lebih lambat dibanding bagian kedua hingga akhirnya perebutan Amulet kembali terjadi. Dan tentunya, akhir sebuah novel fantasy seperti ini tidak akan terasa lengkap tanpa pertarungan habis-habisan. Dan pertarungan di akhir buku ini bisa dibilang mampu memuaskan rasa penasaran dan ketegangan yang sudah dibangun sebelumnya. Bisa dibilang akhir ceritanya merupakan akhir cerita yang perfect sekali.


Gaya penulisan
Oke, setelah membahas isi cerita, yang aku harap nggak spoiler, waktunya membahas gaya penulisan yang digunakan oleh Jonathan Stroudd di buku ini. Seperti yang sudah aku sebut sebelumnya, penulis menggunakan sudut pandang yang berbeda untuk Bartimaeus dan Nathaniel. Tapi, selain itu kita juga bisa melihat kepribadian dari kedua tokoh utama, dan banyak tokoh oembantu lainnya, dalam setiap deskripsi buku ini. Mulai dari Bartimaeus yang kasar tapi terkadang terdengar lucu, Nathaniel yang penuh ambisi, Mr. Underwood yang kolot, dan banyak lagi kepribadian tiap tokoh digambarkan dengan jelas dan konsisten dibuku ini.

Satu lagi yang unik adalah dari sudut pandang Bartimaeus. Disini, selain deskripsi dari sudut pandang pertama, pengarang juga menambahkan catatan kaki untuk memperjelas maksud ucapan Bartimaeus, atau Bartimaeus sendiri yang berbicara menceritakan masa lalunya atau terkadang terdengar meledek. Cara penulisan catatan kaki dibuku fantasy baru aku temui dibuku ini dan cara ini bisa menjadi cara untuk melengkapi deskripsi yang mungkin akan merasa canggung atau aneh jika dipaksakan ditulis dalam deskripsinya. Sudut pandang Nathaniel tidak menggunakan catatan kaki seperti ini, tapi karena dia menggunakan sudut pandang orang ketiga, deskripsinya bisa lebih lengkap dari Bartimaeus.

Hampir lupa, cara Jonathan Stroudd membawa kita melewati setiap bab-nya terasa menarik sekali. Alur ceritanya mengalir dengan lancar sehingga tidak ada rasa seperti alur sebuah bab ada yang dipaksakan. Semuanya terjadi seolah-olah jika kita yang menjadi salah satu karakternya, maka kita juga akan melakukan hal yang sama. Aku juga suka cara Stroudd mengakhiri setiap bab-nya. Sama seperti Harry Potter, setiap bab diakhiri dengan suatu klimaks yang membuat kita ingin membaca bab berikutnya dan mencari tahu apa yang terjadi. Menarik sekali!


Penerjemahan
Oke, karena ini adalah buku terjemahan tentu aku juga harus kasih komentar soal terjemahannya juga dong. Terjemahan dalam buku ini bisa dibilang SEMPURNA, dan aku bilang begitu bukan cuma buat membesar-besarkan. Terjemahan dalam buku ini mungkin yang terbaik yang pernah aku baca di novel fantasy, kalimat-kalimat dalam bahasa Inggris diterjemahkan dalam kalimat meledek yang mengena maksudnya (untuk sudut pandang Bartimaeus) dan juga kata-kata yang tidak ada padanannya dalam bahasa Indonesia dibiarkan seperti apa adanya dalam bahsa Inggris! Jauh lebih baik dari terjemahan Harry Potter yang menerjemahkan Cleansweep jadi Sapubersih. Kalimat-kalimat ini biasanya ditulis dalam huruf italic, tapi jika digunakan dalam percakapan, seperti kata "Master", ditulis dengan huruf biasa. Bisa dibilang aku enjoy banget baca bukunya tanpa ada rasa canggung membaca kalimat terjemahan yang dipaksakan jadi bahasa Indonesia.


Overall
Hehe, apalagi yang mau dikomentari? Secara keseluruhan buku pertama dari trilogy ini bener-bener keren banget! Buat yang belum baca. Mending cepetan ke Gramed buat beli nih buku.
Oya, skornya 5/5 (Sempurna!!)

Tidak ada komentar: