Selasa, 28 April 2009

The book of Names

The Book of Names
Photobucket
Sampul

Sampul dari buku ini bisa dibilang cukup menarik. Judul yang tertulis besar-besar di bagian tengah terlihat sangat mencolok diantara tulisan-tulisan kecil lain dan sepasang mata yang seolah menyorot dari tempat tersembunyi. Di bagian bawah sampul terdapat sedikit kilasan tentang isi buku, dan sebuah tanda international best sellers di puncak sampul. Jelas tidak mungkin terlewatkan. jujur, sampul semacam ini juga yang berhasil menarik perhatianku sampe akhirnya memasukkan buku ini ke kantong belanja. Ada kesan misteri dan bahaya yang sangat jelas di dalamnya.

Sampul belakangnya mungkin termasuk standar. Sedikit endorsement dari penulis dan media lain, dan juga sinopsis sedikit tentang cerita utama, yang justru membuat makin penasaran dan tambah yakin buat beli.

Main story

Kisah dari buku ini sudah memikat dari halaman pertama. Seperti buku thriller umumnnya, adegan utama pasti ada pembunuhan. dan dari pembunuhan awal ini udah bikin aku penasaran dan buka2 halaman berikutnya, apalagi di prolog awal ini ada tambahan manis huruf ibrani dan sedikit info soal konflik utama nantinya. Bener2 cara yang bagus buat pembuka, termasuk bab pertamanya. Suspense-nya benar-benar sudah "dinyalakan".

Kisah selanjutnya berlanjut pelan, tapi menjadi dasar dari hampir semua plot cerita. Tiga orang anak terjatuh dari atap akibat memamerkan batu kebanggan salah satu suku Yahudi. Dua orang selamat sementara yang satu terpaksa koma selama beberapa tahun. Salah satu anak yang selamat, tokoh utama novel ini, mendapat "near-death experience" yang menyuruhnya untuk mengingat. Selama sekitar dua puluh tahun hidupnya ia tiba-tiba mendapat kilatan nama seseorang di kepalanya. Walau tidak tahu apa artinya, ia terus mencatat semua nama yang tiba-tiba muncul itu, hingga akhirnya semua menjadi jelas.

David Sheperd, sang tokoh utama, awalnya panik karena nama-nama itu tiba-tiba muncul lebih sering dari sebelumnya. Hingga akhirnya ia meminta tolong kepada seorang temannya, Dillon McGrath, seorang rabi Yahudi. Mulai dari pertolongan temannya inilah, David mulai menguak misteri nama yang ditulisnya perlahan-lahan. Dan juga mulai masuk dalam daftar buruan Gnoseos, sebuah organisasi keagamaan rahasia yang bertujuan menghancurkan dunia. Dan kematian semua nama yang dibawa David adalah cara paling pasti untuk melakukannya.

Perlahan-lahan, jumlah korban mulai bertambah. Bukan hanya nama yang disebut dalam catatan David, semua yang melindungi David pun terancam. David sendiri harus menghentikan ulah organisasi ini karena nama putrinya termasuk dalam daftar. Untungnya ia tidak sendiri. Orang-orang terbaik dalam mossad, badan intelijen Israel, juga membantunya melarikan diri sekaligus melindungi semua nama yang tersisa. Tapi siapa yang paling cepat menemukan kesemua orang itu? David atau Gnoseos?

Konflik dan rentetan cerita yang diberikan dalam novel ini benar-benar sangat mengasyikkan. Twist yang mengejutkan juga terjadi di tempat yang pas, jadi tidak terasa ada yang aneh dengan plotnya. Semuanya bisa dinikmati hingga akhir halaman.

Gaya bercerita

Gaya bercerita novel ini menggunakan sudut pandang orang ketiga yang menurutku sangat cocok untuk jalan ceritanya. Cerita dituturkan melalui beberapa tokoh sudut pandang, muulai dari David Sheperd sendiri, sampai ke para calon korban Gnoseos. Kisah novel ini, walau terasa lambat di awalnya, memasuki pertengahan mulai bertempo cepat dan menahan napas. Build up suspense-nya juga terasa luar biasa dengan menggunakan berbagai sudut pandang untuk waktu yang hampir bersamaan.

Sayangnya, penggunaan berbagai sudut pandang itu juga yang menjadi kelemahan novel ini. Terkadang aku jadi lupa sendiri siapa pemilik nama ini, sampai harus mencari-cari lagi di halaman awal. Sekali lagi, mungkin ini masalah pribadi, tapi jelas masalah kecil seperti ini cukup mengganggu keasyikan membaca.

Satu lagi yang menarik disini adalah pengarang memberikan cukup banyak detail suasana dan lokasi. Termasuk ketika rombongan protagonis akhirnya sampai di Jerusalem. Detail suasana, lingkungan, dan tradisi disana seolah mengesankan kita sendiri juga berada di sana dan menikmati panas gurunnya. Detailnya terasa baik tanpa melambatkan tempo. Ditambah dengan berbagai istilah mistik dan keagamaan Yahudi, suasana Yahudi dalam novel ini menjadi sangat terasa.

Overall, novel thriller ini sudah memenuhi tugasnya sebagai novel thriller. Membuat pembaca tegang, deg-degan, dan bisa ikut merasakan ketakutan dari tokoh utama. Bacaan yang tidak boleh dilewatkan!

Skor: 4/ 5

Sabtu, 07 Februari 2009

The Girl Who Loved Tom Gordon

Photobucket

THE GIRL WHO LOVED TOM GORDON



SAMPUL

Kalau dibilang sampul harus melambangkan keseluruhan isi buku, maka sampul buku ini bisa dibilang tepat menggambarkan isi bukunya. Dari sampulnya terlihat seorang anak perempuan seperti sedang berlari menembus cabang dan ranting di dalam hutan. Di bagian atas dan bawah kovernya, tercetak dengan warna kuning emas, judul buku dan nama sang penulis, sang raja horror Stephen King. Dan sepertinya nama King benar2 dipakai sebagai unsur penjual disini, terlihat dari nama King yang dicetak JAUH lebih besar dari judul bukunya sendiri.

Sedikit cuplikan di bagian belakang bukunya juga sudah lebih dari cukup sebagai faktor pengundang memasukkan buku ini ke dalam kantong belanja. Trisha, nama tokoh utama kita, tersesat di tengah hutan sewaktu berjalan-jalan bersama keluarganya. Sebagai gantinya di tengah hutan ia hanya ditemani oleh radio yang menyiarkan pertandingan baseball dari tim kesayangannya, Boston Red Sox, dimana Tom Gordon bermain. Tapi sayangnya dia tidak sendirian di dalam hutan, karena ada sesuatu yang mengikutinya, sesuatu yang menunjukkan keberadaannya hanya dengan bekas cakaran di pohon dan bangkai binatang yang terkoyak.


MAIN STORY

Ceritanya sebagian besar sudah cukup dijelaskan oleh sinopsis di bagian belakang buku. Seorang gadis tersesat dan terus berjalan mencari pertolongan di dalam hutan yang lebat, menyusuri sungai hingga sampai ke rawa2, dan sebagainya. Alur cerita terasa lurus2 saja dengan usaha Trisha mencari jalan keluar dan kesulitannya bertahan hidup di hutan, tidak ada plot twist yang berbeda jauh dari dugaan pembaca. Kadang-kadang ada flashback sedikit tentang kenangan Trisha bersama keluarganya. Terkadang juga ada suara-suara dalam kepala Trisha yang terus mengatakan hal buruk dan menakut-nakutinya selama berada di dalam hutan, menambah kesan nyata dan atmosfer seram dalam cerita.

Tapi sudut pandang tidak dari Trisha saja, kadang sudut pandang diganti menjadi sudut pandang tim pencari dan keluarga Trisha, yang bingung dan harus menerima berbagai macam berita tentang keadaan Trisha. Nah, disini Stephen King menggunakan teknik yang cukup unik, biasanya dalam pergantian sudut pandang ini penulis akan menambah satu baris antara paragraf sudut pandang A dan sudut pandang B, tapi disini Stephen King tidak menggunakan baris tambahan sebagai penanda berubahnya sudut pandang. Hebatnya, walau menggunakan teknik yang tidak umum seperti itu, perubahan sudut pandang tidak terasa mengganggu dan berjalan lancar begitu saja.

Sementara itu, makhluk yang mengikuti Trisha semakin lama semakin jelas menunjukkan keberadaannya. Mulai dari jejak kaki, bangkai binatang, hingga akhirnya ia benar2 muncul di depan Trisha. Dan ia kelihatan sangat ingin mencabik lagi.

GAYA BAHASA

Cara Stephen King membuka cerita, ia mengawalinya dengan menceritakan bahwa Trisha akan segera tersesat di hutan, walau pun saat itu Trisha masih duduk menikmati sarapannya. Teknik menceritakan apa yang akan terjadi berikutnya ini juga sering digunakan oleh King dalam cerita nantinya. Selain itu King juga menuliskan dengan detail semua medan yang dilalui Trisha dalam hutan, baik itu tebing tinggi ataupun rawa2 yang memendam tubuh Trisha sampai sepinggangnya, semuanya digambarkan dengan detail tanpa membuat mata dan pikiran lelah. Sayangnya, karena aku sendiri belum pernah masuk ke dalam hutan kaya dalam cerita ini, aku kadang agak sulit membayangkan suasananya, tapi itu masalahku sendiri aja kok yang mungkin orang lain ga kerasa.

Dalam ceritanya Trisha hampir selalu sendiri, kecuali ketika terdengar suara ranting patah atau langkah kaki yang berat. Dan selama itu pula pembaca disuguhi ratapan dan kalimat kekesalan Trisha ketika tersesat di dalam hutan. Tapi isi dialog novel ini bukan hanya sekedar monolog saja. Dalam ketakutannya, Trisha membuat sebuah imajinasi Tom Gordon yang sedang berdiri menemaninya, mendampinginya sepanjang perjalanan. Bahkan terkadang memberi kalimat yang menenangkan hati Trisha.

Overall, karya King ini memang benar2 hebat. Ga akan rugi kalo diambil dari rak toko buku.

Skor: 4/ 5